Share

Makan Murmer di Bali

No comment yet







 

04 Febuari 2011 11:35

Di mana, dong? Wajib yang halal juga, ya? Pertanyaan seperti ini terlalu amat sering saya hadapi. Dan berulang-ulang pula. Sampai bosan menjawabnya. Jadi, he he he... tulisan ini memang salah satu upaya untuk mengurangi beban agar tidak harus menjawab berulang-ulang. Biar tiada dendam di hatiku ... tralala ... trilili ....

Warung Nasi Pedes Ibu Andika
Tentu Anda pernah mendengar tentang Warung Nasi Pedes Ibu Andika ?ahkan mungkin sekali Anda pun pernah singgah ke tempat ini. Dulu, warung ini dikenal dengan nama Warung Nasi Bu Polsek. Soalnya, si ibu yang berasal dari Jawa Timur semula memang buka gerai di depan Kantor Polsek, Jalan Raya Tuban, Kuta.
Warung dengan sajian murah-meriah ini sangat terkenal karena puedesss-nya yang ajubilah. Dari segi citarasa, sejujurnya kualitas masakannya biasa saja. Tetapi, ya itu memang sesuai dengan masakan yang disajikan. Apa yang Anda harapkan dari lauk-pauk rumahan seperti tumis kacang panjang, oseng-oseng tempe, sambal goreng ati-ampla? Masakan seperti itu memang tidak perlu istimewa. Setiap kali saya ditanya, jawab saya pun konsisten: pedas dan asinnya menonjol. Dulu, ketika pertama kali mencicipinya, harganya masih sangat murah. Sekarang, menurut beberapa "laporan pandangan mata", harganya memang masih wajar, tetapi tidak murah banget seperti dulu.
Peruntungan Ibu Andika semakin kinclong setelah ia bergeser sedikit, persis di depan Joger yang ramainya bukan kepalang. Saya pernah nongkrong di depan Joger ?oko yang menjual kaos oblong dan berbagai cenderamata dengan kata-kata lucu?beberapa lama. Setiap kali ada bus datang, kebanyakan ibu-ibu langsung masuk ke Joger untuk berbelanja. Bapak-bapak tampaknya malas ikut berdesakan di dalam toko Joger yang penuh sesak. Akibatnya? Apa lagi kalau tidak langsung antre makan di Warung Nasi Pedes itu?
Demikianlah, lokasi membawa hoki. Maka, Warung Nasi Pedes Ibu Andika pun semangkin berkibar.

Warung Nikmat dan Bu Tinuk
Ada dua pilihan saya untuk makan nikmat, murah, meriah, dan halal, di sekitar Kuta, yaitu Warung Nikmat dan Warung Pecel Bu Tinuk. Keduanya bahkan berlokasi tidak jauh dari warungnya Ibu Andika itu.
Warung Nikmat berlokasi di Gang Biduri 6, Jalan Singosari, Kuta (sebelah Hotel Bakungsari, 0361-764678). Sudah lebih dari sepuluh tahun saya melanggani warung ini, dan mutu serta tingkat harganya selalu konsisten. Ini adalah warung yang menyajikan masakan Jawa Timur-an gaya Kediri. Rekomendasi saya di sini adalah pecel, rawon, ayam bumbu rujak, gule sapi, dan sambal tempe alias tempe penyet. Sop buntutnya jangan dilewatkan. Masakannya gurih. Harganya jujur. Tempatnya sederhana, namun bersih. Mungkin Warung Nikmat adalah yang pertama menerapkan sistem pembayaran yang menurut saya unik dan praktis. Para tamu mendapat kartu bertulisan harga makanan sesuai dengan yang dipesan, dan dengan kartu-kartu itu mereka membayar saat selesai makan. Tidak heran bila wisatawan asing pun banyak yang makan di sini.
Beberapa tahun setelah Warung Nikmat menikmati popularitasnya, muncul Warung Pecel Bu Tinuk di Jalan Raya Tuban 15XG (0361-757476). Karena lokasinya jauh lebih strategis, maka Bu Tinuk dengan cepat meraih popularitas. Bu Tinuk bahkan membuka cabang lain di Jalan Teuku Umar, Denpasar. Gagrak masakannya sangat mirip dengan Warung Nikmat, demikian juga sistem pembayarannya. Sekalipun demikian, ternyata popularitas dan jumlah pengunjung Warung Nikmat tidak tergerus. Pertanda bahwa Warung Nikmat tahan uji karena kualitas masakannya.
Di sekitar Kuta-Legian kini semakin banyak bermunculan warung-warung sederhana seperti ini. Antara lain Warung Malang di Jalan Patimura, Legian.

Warung Satria dan Warung Wardani
Warung Satria dan Warung Wardani adalah nama lama yang tetap eksis hingga kini. Keduanya menyajikan masakan khas tradisional Bali tanpa babi. Nasi campur Bali mereka harus dicoba. Karena itu, bila ada sahabat Muslim yang ingin mencicipi masakan khas Bali, saya biasanya menyarankan mereka mengunjungi salah satu dari kedua warung ini.
Warung Satria berlokasi di Jalan Kedondong 11A (0361-235993), Denpasar. Juga ada cabang di Kuta (0361-762496), dan di Tohpati (0361-762496). Sedangkan Warung Wardani di Jalan Yudistira 2, Denpasar (0361-224398). Preferensi saya adalah Warung Wardani. Selain tempatnya lebih nyaman dan bersih, juga citarasanya ?menurut saya?satu strip di atas Warung Satria.
Tempat makan lain untuk mencicipi masakan khas Bali tanpa babi adalah Warung Krishna, Jl. Kutat Lestari 4, Sanur Kauh, (dekat Sanur Beach Hotel, 0361 281661). Warung Krishna kini semakin populer di kalangan para wisatawan nusantara. Pada musim-musim liburan, tempat ini selalu menjadi sangat ramai.
Bila Anda penggemar Ayam Betutu Lina, yaitu masakan ayam betutu pedas (betutu lalah) gagrak Gilimanuk, Anda juga dapat menemuinya di Jalan Plawa 104, Denpasar (0361-227105). Kabarnya, sekarang juga sudah ada cabang lain di Jalan Merdeka, Denpasar. Boleh juga mencoba Betutu Liku di Jalan Gatot Subroto (dekat Kacang Rahayu), juga di Jalan Gandapura, Denpasar.
Ada juga warung di pinggir jalan kesukaan saya, dengan masakan khas Buleleng yang disebut jukut undis (sayur kedelai hitam). Selain jukut undis yang legit, warung ini juga menyajikan berbagai masakan khas Bali lainnya. Murmer dan rasanya patoet dipoedjiken. Berlokasi di Jalan Hang Tuah 16, Denpasar (0361-285140, 08123940229).

Nasi Jinggo dan Nasi Pantai
Anda tentu pernah mendengar Nasi Jinggo yang populer di Bali. Asal-usulnya tidak pernah jelas. Ada yang bilang karena di awalnya dulu laris dijual dengan harga Rp 1500 (jinggo dalam bahasa Tionghoa). Ada pula yang mengatakan bahwa ini sebetulnya berasal dari nama Jango. Konon, penjual pertamanya berlokasi di Pasar Kuta, seorang laki-laki yang suka memakai topi koboi seperti Si Jango.
Penjual Nasi Jinggo tersebar di seluruh kota. Mirip sego kucing yang terkenal di Solo, tetapi nasinya lebih banyak, dan lauknya ?ekalipun sangat sederhana?pun porsinya lebih memadai. Yang penting, sambalnya puedes dan suedep.
Menurut info yang berhasil saya lacak, perintisnya adalah Nyoman Ardana. Nyoman membuka lapaknya di sore hari, di pinggir Jalan Gajah Mada (seberang Jalan Gunung Kawi), Denpasar. Sampai sekarang masih populer dan selalu diantre pelanggannya. Nasi sederhana dengan sambal yang gurih dan suwiran ayam goreng yang lezat, ditandai dengan semat dari lidi berwarna merah.
Selain Nasi Jinggo, di Bali juga dikenal Nasi Pantai. Disebut demikian karena nasi bungkus ini dijajakan di Pantai Sanur. Yang paling terkenal adalah Made Weti, membuka lapaknya pada pagi hari di depan Hotel Segara Village di Sanur. Masakannya serba ayam. Tiap pagi ramai diantre orang.
Persis di sebelah kedai Made Weti juga ada Warung Nasi Men Rimen, masakannya serba sapi. Harus dicoba serapah sapi dan tum sapi-nya. Mungkin karena saya malas antre, saya selalu lebih suka makan di Men Rimen ?seorang perempuan tua yang ramah.

Teuku Umar-Renon
Seiring dengan pertumbuhan Bali sebagai pusat pariwisata, semakin banyak pula pendatang bermukim di sana. Denpasar sendiri sekarang hampir separuhnya dihuni oleh kaum pendatang. Hal ini tentu saja ikut mengubah peta kuliner Denpasar.
Tempat-tempat makan halal di Denpasar kebanyakan berpusat di sepanjang Jalan Teuku Umar, dan juga di seputar Renon. Di Jalan Teuku Umar kita menjumpai beberapa tempat makan yang sudah cukup dikenal di Jakarta, antara lain Warung Ampera (masakan Sunda), termasuk juga pendatang baru Kopitiam Oey dengan tawaran hidangannya yang unik. Nasi uduk, bubur ayam, bakso Malang, dan berbagai masakan nasional banyak terwakili di sini.
Di seputar lapangan Renon, dapat dijumpai banyak tempat makan dengan harga yang pantas. Bumbu Dapur (masakan Sunda) juga sudah hadir di sini. Ada juga Warung Lembongan yang terkenal dengan sop kepala ikannya.
Salah satu warung yang terkenal di Renon adalah Warung Jerman. Jangan salah! Tidak ada sauerkraut atau eisbein di warung ini. Jerman ternyata singkatan dari Jeruk Manis. Warung Jerman berlokasi di Jalan Raya Puputan Renon 206 (0361-247751). Yang paling khas disini adalah ayam bakar bumbu plecing ?mirip ayam Taliwang Lombok.


Pinggiran Denpasar
Selain Kuta, daerah pinggiran Denpasar juga punya banyak tempat makan andalan. Salah satu favorit saya adalah sebuah warung sederhana yang direkomendasikan oleh almarhum Yuniawan Nugroho, seorang wartawan yang gugur bersama Mbah Maridjan dalam letusan Gunung Merapi 2010. Warung ini bernama Mak Beng. Sangat terkenal ?dan selalu diantre orang ?karena sop kepala ikan dan ikan gorengnya yang mak nyuss!
Tetapi, yang lebih istimewa lagi adalah sambalnya. Pedas, tapi bikin ketagihan. Resep turun-temurun yang tentu akan terus dijaga kerahasiaannya. Mau bungkus sambal? Silakan. Memang tidak dikemas khusus. Kalau mau, per sendok dihargai seribu rupiah. Cara unik untuk membuat orang semakin penasaran.
Warung Mak Beng 1941 ini dapat dijumpai di Jalan Hang Tuah 45, Sanur (0361-282633). Ada penirunya di Renon, tetapi tentu saja yang asli tetap lebih juara.
Di daerah Tohpati, tidak jauh dari Sanur ?alan menuju Gianyar?ada sebuah warung pinggir jalan tanpa nama yang selalu ramai dikunjungi orang. Dari jauh sudah tampak asap mengepul, pertanda ada makanan bakar dijajakan di situ. Sate langoan, begitulah orang Bali menyebutnya. Sate langoan adalah sate lilit dari ikan ?biasanya ikan tuna. Daging tuna dicincang, dicampur dengan base genep (bumbu lengkap), lalu dikepalkan pada tangkai dari pelepah daun kelapa, kemudian dibakar. Sate bernuansa pedas ini sangat khas dan punya penggemar luas di Bali.
Kalau mau yang lebih enak lagi, bisa terus berkendara sekitar satu jam lagi ke Klungkung. Di sini ada Pondok Makan Merta Sari yang khusus menyajikan sate lilit tuna dengan paket komplet terdiri atas urap kacang panjang, kacang goreng, dan be pasih mekuah (sop ikan pedas). Bagi saya, ini adalah the very best di Bali. Berlokasi di Jalan Pesinggahan, Kecamatan Dawan, Klungkung (0366-30406). Harganya pun sangat pantas untuk sajian berkualitas seperti itu. Wajib coba!

Masakan Padang
Tentu saja, di Bali pun ada rumah makan Padang. Ada pemeo yang mengatakan bahwa di setiap simpang tigo atau simpang ampek, pastilah ada warung Padang. Maka, karena di Bulan belum ada simpang tigo, maka di sana pun belum ada warung Padang.
Sekarang, sangat banyak rumah makan yang menyajikan masakan Padang di Bali. Padahal, seingat saya, pada tahun 1970-an hanya ada satu rumah makan Padang di Denpasar. Beberapa nama besar yang populer di Jakarta pun kini hadir di antero Bali.
Favorit saya adalah sebuah warung sederhana yang dimiliki oleh seorang perantau Minang yang menikahi seorang perempuan Prancis. Tidak heran bila warungnya pun dinamai secara ke-prancis-prancis-an, walaupun sebenarnya merupakan sebuah istilah asli Minang, yaitu La Pau yang berarti kedai. Lepau makan ini berlokasi di Jalan By Pass Ngurah Rai 178AB, Sanur (0361-286178, 7800055).
Hidangan La Pau sangat unik dan tidak dapat ditemukan di rumah-rumah makan Padang lainnya. Masakan ikannya sangat mengesankan. Juga masakan jengkolnya. Tampaknya, Anda harus datang sendiri ke La Pau untuk membuktikan keunikan dan kelezatannya. Pada malam-malam tertentu, Metrus ?ang pemilik?suka menghadirkan pemusik jalanan untuk menghibur para tamu.

Sumber : http://www.yukmakan.com/article/1000549/bondan/makan-murmer-di-bali

Posting Komentar

HOME | ABOUT

Copyright © 2013 Artikel Murahnya Wisata